Jumat, 15 Maret 2013


Asas Lex Specialis Vs. Lex Superior

Pertanyaan:
Selamat malam, saya mau tanya tentang asas hukum. Misalnya ada kasus tentang korupsi, berdasarkan asas lex specialis tersangka akan dijerat dengan UU No. 31 Tahun 1999, bukan dijerat dengan KUHP. Tetapi, bagaimana dengan asas lex superior yang mengatakan bahwa hukum yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan keberlakuannya daripada hukum yang lebih rendah? Apakah tidak bertentangan? Terima kasih sebelumnya.

Jawaban:
Pengaturan mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (“UU 20/2001”) yang selanjutnya untuk mempermudah kami akan sebut sebagai UU Tipikor.
Dahulu, sebelum adanya undang-undang yang khusus mengatur tindak pidana korupsi, tindak pidana yang serupa dengan tindak pidana korupsi memang dikenakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) terutama Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP. Setelah adanya UU tersendiri yang mengatur tindak pidana korupsi, maka yang harus diberlakukan adalah ketentuan UU Tipikor sebagaimana diaturPasal 63 ayat (2) KUHP:
“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”

Bunyi Pasal 63 ayat (2) KUHP inilah yang juga dikenal dalam ilmu hukum sebagai asas lex specialis derogat legi generalisyaitu aturan hukum yang lebih khusus mengesampingkan aturan hukum yang lebih umum.
Kemudian, Anda menanyakan bagaimana kedudukan KUHP terhadap UU Tipikor terkait asas lex superior derogat legi inferior yang mengatakan bahwa hukum yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan keberlakuannya daripada hukum yang lebih rendah. Mengenai hal tersebut, akan kami jelaskan dalam uraian berikut ini.
Wetboek van Strafrecht atau yang biasa kita kenal dengan sebutan KUHP merupakan salah satu ketentuan hukum peninggalan zaman Hindia Belanda yang masih berlaku hingga saat ini. Lantas bagaimana kedudukan KUHP terhadap peraturan perundang-undangan saat ini?
Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto dalam buku Ilmu Perundang-Undangan: Jenis Fungsi dan Materi Muatan (hal. 205), beberapa wet yang masih berlaku di Indonesia misalnya wetboek van strafrecht yang diterjemahkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Terjemahan tersebut masih merupakan terjemahan dari beberapa ahli hukum maupun lembaga pemerintah yaitu Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), namun belum ada yang dinyatakan sebagai terjemahan resmi Pemerintah. Berbagai wet yang masih ada dan berlaku di Indonesia saat ini dalam pemakaiannya disetingkatkan dengan undang-undang, sehingga perubahan dan pencabutannya dilakukan dengan undang-undang. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar