Perbedaan Putusan Bebas
dengan Putusan Lepas
Pertanyaan:
Perbedaan putusan bebas
dengan putusan lepas itu apa?
Jawaban:
Sebelum menjawab pokok pertanyaan
Anda, saya akan mengutip Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tentang putusan
bebas dan putusan lepas, sebagai berikut:
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus
bebas.
(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan
yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan
suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Dalam penjelasan Pasal 191
ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan
yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak
cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan
alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Menjawab pertanyaan Anda, maka
perbedaan antara putusan bebas dan putusan lepas adalah sebagai berikut:
“Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara
Pidana, terbitan PT Citra Aditya Bakti (Bandung 2007), pada hal.
152-153, perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi
hukum pembuktian, yaitu:
Pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang
didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan
asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah)
dan disertai keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP)”
Sedangkan, pada putusan
lepas (onslag van recht vervolging), segala tuntutan hukum atas
perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak
dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana,
misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.
Selain berdasarkan pendapat dari
Lilik Mulyadi sebagaimana dimaksud di atas, menurut hemat penulis, penjatuhan
Putusan Bebas dan Putusan Lepas oleh seorang hakim atas pelaku suatu tindak
pidana (yang unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti), dapat dibedakan
dengan melihat ada atau tidak adanya alasan penghapus pidana (Strafuitsluitingsgronden),
baik yang ada dalam undang-undang, misalnya alasan pembenar (contoh Pasal
50 KUHP)
atau alasan pemaaf (contoh Pasal 44 KUHP), maupun yang ada di luar
undang-undang (contoh: adanya izin).
Untuk itu, penjawab akan menggunakan
contoh penerapan Pasal 310 ayat (3) KUHP sebagai suatu alasan
penghapus pidana yang ada dalam undang-undang:
Pasal 310
ayat (3) KUHP
“Tidak
merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
Arti
Pasal 310 ayat (3) KUHP tersebut yakni dalam hal terbuktinya suatu perbuatan
pencemaran nama baik yang dilakukan oleh seseorang, namun ia melakukan
pencemaran nama baik tersebut karena ia terpaksa untuk membela dirinya, maka
hakim harus menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging)
dan bukan putusan bebas (vrisjpraak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar