Minggu, 17 Maret 2013


PRINSIP-PRINSIP POKOK HUKUM INTERNASIONAL
Untuk memahami atau mengerti dengan sebaik-baiknya prinsip-prinsip pokok Hukum Internasional, maka pertama-tama harus diketahui apa yang menjadi definisi atau batasan dari Hukum Internasional itu sendiri. Definisi atau batasannya bukan sesuatu yang bersifat statis, melainkan bersifat dinamis sebab batasan atau pengertiannya senantiasa harus disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat internasional tempat di mana hukum internasional itu tumbuh, berkembang dan berlaku. J.G. Starke dalam bukunya Stark”s International Law mengemukakan definisi Hukum Internasional (International Law) sebagai berikut :
Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari azas-azas dan peraturan-peraturan tingkah laku di mana negara-negara itu sendiri merasa terikat dan menghormatinya, dan dengan demikian mereka (negara-negara) itu juga harus menghormati atau mematuhinya dalam hubungannya satu sama lain, dan yang juga mencakup : a) peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya, hubungan antara organisasi internasional dengan negara serta hubungan antara organisasi internasional dengan individu ; b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non state entities) sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara itu bersangkut paut dengan persoalam masyarakat internasional.
Definisi ini melampaui definisi tradisional tentang hukum internasional sebagai sebuah system yang semata-mata terdiri dari aturan-aturan yang mengatur hubungan antar negara semata-mata. Batasan yang bersifat tradisional seperti itu yang hanya dibatasi pada tingkah laku negara-negara dalam hubungannya satu sama lain dapat ditemukan dalam kebanyakan karya tulisan hukum internasional lama yang digunakan sebagai standar, tetapi dilihat dari segi perkembangan hukum internasional selama lima puluh tahun terakhir, definisi tradisional tersebut tidak memberikan gambaran komprehensif mengenai semua aturan yang kini diakui menjadi bagian dari hukum internasional itu sendiri.
Perkembangan Hukum Internasional yang terjadi selama beberapa dasawarsa terutama menyangkut : a) pembentukan sejumlah besar lembaga-lembaga atau organisasi internasional yang bersifat permanent seperti misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Badan-Badan Khusus PBB (Specialized Agencies) yang dianggap memiliki international legal personality dan dianggap dapat mengadakan hubungan satu sama lain maupun mengadakan hubungan dengan negara; b) adanya gerakan yang disponsori atau diprakarsai oleh PBB dan Dewan Eropa (Council of Europe) guna melindungi hak-hak azasi manusia serta kebebasan fundamental dari individu, terbentuknya aturan-aturan atau kaidah-kaidah guna menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan internasional seperti genosida (genocide) atau kejahatan pemusnahan ras (lihat Genocide Convention 1948 yang berlaku pada tahun 1951) serta dibebankannya kewajiban pada individu berdasarkan keputusan dari Tribunal Militer Internasional di Nuremberg atau disebut pula Peradilan Nuremberg tahun 1946 yang menetapkan kejahatan terhadap perdamaian dunia (crimes against peace), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) serta konspirasi untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti itu sebagai kejahatan internasional ; c) Pembentukan Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court atau disingkat ICC) yang bekedudukan di Den Haag berdasarkan Statuta Roma yang ditandatangani pada tahun 1993 dan kemudian telah berlaku sejak tahun 2002.
Berdasarkan Statuta Roma, siapapun yang terlibat dalam kejahatan terhadap perdamaian dunia, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, kejahatan genosida ataupun berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya seperti kejahatan terorisme dapat diajukan ke depan ICC tanpa melihat apakan mereka adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, pejabat tinggi negara ataupun pejabat militer, tetapi harus diingat bahwa yurisdiksi ICC ini baru bisa diakses setelah semua upaya hukum setempat tidak berhasil dalam mewujudkan keadilan terhadap keluarga korban. d) Terbentuknya mahkamah kriminal internasional yang bersifat adhoc, seperti misalnya apa yang dinamakan The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslav (ICTY) dan The International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang bertujuan untuk mengadili individu-individu yang terlibat dalam berbagai kejahatan kemanusiaan tanpa menghiraukan apakah mereka kepala negara, kepala pemerintahan, pejabat tinggi negara atau pemerintahan baik dari kalangan sipil maupun militer. Namun pembentukannya tidak didasarkan pada Statuta Roma. Melainkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tahun 1993 dan 1994. e) Pembentukan Uni Eropa (European Union) berdasarkan perjanjian internasional yang disebut Perjanjian Mastricht pada tahun 1990 an yang merupakan kesepakatan dari sebagian besar dari negara-negara di Benua Eropa untuk membentuk dan menerapkan Sistem Pasar Tunggal dan menggunakan Mata Uang Euro sebagai Mata Uang Tunggal; e) Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara yang terbentuk melalui Deklarasi ASEAN tahun 1967 dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dan bukan dalam bidang politik dan militer, yang dewasa ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga selain jumlah anggotanya telah bertambah dari 5 menjadi 10, juga negara-negara anggotanya dewasa ini telah berhasil dalam menyusun dan merumuskan apa yang disebut Piagam ASEAN.
Piagam ini akan terdiri dari Pembukaan dan 12 pasal. Pasal 1 mengatur tentang Tujuan dan Prinsip-prinsip dari Organisasi ASEAN. Pasal 2 mengenai Status Hukum (Legal Personality) dari Organisasi ASEAN. Pasal 3 mengenai Keanggotaan ( Membership). Pasal 4 mengenai Organ-Organ (Organs). Pasal 5 mengenai berbagai kekebalan dan hak-hak istimewa yang melekat pada Organisasi ASEAN (Immunities and Privileges). Pasal 6 mengenai Pengambilan Keputusan (Decision Making) oleh Organisasi ini. Pasal 7 mengenai Penyelesaian Sengketa (Dispute Settelement). Pasal 8 mengenai Anggaran dan Keuangan (Budget and Finance). Pasal 9 mengenai Administrasi dan Prosedur (Administration and Procedure). Pasal 10 mengenai Identitas dan Simbol (Identity and Symbol). Pasal 11 mengenai Hubungan Eksternal (External Relations). Pasal 12 mengenai Ketentuan Umum dan Ketentuan Penutup (General and Final Provisions).
ASEAN mempunyai tekad kuat untuk memiliki sebuah landasan hukum yang kuat bagi organisasi 10 negara di wilayah Asia Tenggara. Betapapun alotnya pembahasan piagam tersebut, para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sudah menetapkan Piagam ASEAN itu sudah harus ditandatangani pada KTT ASEAN tahun 2007 di Singapura atau pada akhir tahun 2007 ini. Piagam ASEAN ini akan memberikan status hukum yang jelas bagi ASEAN sehingga dapat mentransformasikan ASEAN menjadi sebuah organisasi yang berlandaskan aturan. Piagam ASEAN juga akan memberikan kerangka hukum untuk mencapai atau mewujudkan Komunitas ASEAN, sekaligus menegaskan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN. Piagam ASEAN ini diharapkan pula dapat menjadi pedoman dalam menyelesaikan pesengketaan yang mungkin terjadi di antara para anggotanya di kemudian hari. Di samping itu yang terpenting adalah membuat Organisasi ASEAN memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menghadapi tantangan-tantangan tradisional maupun nontradisional. Demikian antara lain lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional yang terbentuk memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses pembentukan dan pengembangan hukum internasional masa kini sebab semuanya ini memiliki kapasitas atau kemampuan untuk berinteraksi dan mengadakan hubungan baik dengan sesama organisasi atau lembaga internasional maupun dengan negara serta individu.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyatakan Hukum Internasional adalah:
keseluruhan kaidah-kaidah dan azas-azas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara (hubungan internasional) antara negara dengan negara, antara negara dengan subyek hukum lain yang bukan negara, ataupun antara subyek hukum lain bukan negara satu sama lainnya.”
Definisi Hukum Internasional sebagaimana dipaparkan di atas pada hakekatnya menunjukkan pengertian yang sama (walaupun dengan rumusan yang berbeda) karena definisi tersebut secara jelas memberikan gambaran mengenai subyek-subyek hukum internasional atau pelaku-pelaku atau aktor-aktor dalam masyarakat internasional. Subyek-subyek hukum ini tidak hanya terbatas pada negara saja kendatipun negara adalah merupakan subyek utama dalam hukum internasional, namun negara bukan satu-satunya sebagai subyek hukum internasional karena di samping negara, juga ternyata ada subyek-subyek hukum internasional lain seperti lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, subyek-subyek hukum yang bukan negara yang sangat bevariasi dan beranekaragam dan juga individu yang juga memiliki hak-hak serta kewajiban internasional yang didasarkan atas hukum internasional. Selain memberikan deskripsi mengenai subyek-subyek hukum internasional, juga definisi tersebut di atas mendeskripsikan bahwa subyek-subyek hukum itu dapat melakukan interaksi atau hubungan satu sama lain, baik hubungan antara negara dengan negara, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional yang satu dengan organisasi internasional lainnya, negara ataupun organisasi internasional dengan subyek hukum lain seperti pihak belligerensi, korporasi (nasional dan multinasional) maupun individu, semuanya ini dapat menjadi aktor-aktor penting dalam masyarakat dunia yang dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan kaidah-kaidah hukum internasional.
Melalui hubungan yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum internasional baik hubungan antarsesama subyek hukum internasional maupun hubungan dengan yang bukan sesamanya, pada akhirnya akan melahirkan azas-azas serta kaidah-kaidah hukum interna sional. Segala hal yang telah diuraikan di atas terkait dengan batasan hukum internasional khususnya batasan hukum internasional yang dikemukakan oleh J.G. Starke adalah sejalan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Komar Kantaatmaja bahwa pendekatan hukum internasional modern melihat permasalahannya dari dua macam pendekatan, yakni dari pendekatan statik serta pendekatan dinamik. Pendekatan statik dalam hukum internasional melihat dari segi teoretik doktriner dan interpretasi yang diciptakan dari sejarah pembentukannya dan segala perangkat yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Pendekatan dinamik melihat dari bagaimana sebuah konsep berkembang dari bentuk asalnya menjadi bentuk masa kini yang sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat internasional masa kini.
Oleh karena itu perkembangan dinamik ini memberi ciri dan bentuk baru terhadap berbagai aspek kehidupan dari masyarakat internasional sekarang dalam perkembangannya menuju suatu perangkat kaidah hukum internasional masa mendatang.
Sumber: Komar Kantaatmadja, “Evolusi Hukum Kebiasaan Internasional”, 1988, Hlm.1.

PENGERTIAN TEORI HUKUM, FILSAFAT HUKUM DAN YURISPRUDENCE
Teori hukum
adalah disiplin hukum yang secara kritikal dalam perspektif interdisipliner menganalisis berbagai aspek dari hukum secara tersendiri dan dalam keseluruhannya, baik dalam konsepsi teoritikalnya maupun dalam pengolahan praktikalnya dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan yang lebih jernih tentang bahan-bahan hukum tersaji.
Pokok kajian teori hukum :
§    Analisis hukum yaitu upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum, sifat dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum, unsure-unsur khas dari konsep yuridik (subyek hukum, kewajiba hukum, hak, hubungan hukum, badan hukum, tanggunggugat, dsb)
§   Ajaran metode yaitu metode dari ilmu hukum (dogmatik hukum), metode penerapan hukum (pembentukan hukum dan penemuan hukum), teori perundang-undangan, teori argumentasi yuridik (teori penalaran hukum).
§   Ajaran ilmu (epistemologi) dari hukum dengan mempersoalkan karakter keilmuan ilmu hukum
§   Kritik ideology yaitu kritik terhadap kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum untuk menampilkan kepentingan dan ideologi yang melatarbelakangi aturan hukum positif (undang-undang)
Filsafat hukum adalah filsafat yang objeknya khusus hukum
Pokok kajian filsafat hukum :
§   Ontologi hukum yaitu ilmu tentang segala sesuatu (Merefleksi hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental dalam hukum, seperti konsep demokrasi, hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum dan moral).
§   Aksiologi hukum  yaitu ilmu tentang nilai (Merefleksi isi dan nilai-nilai yang termuat dalam hukum seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, dsb)
§   Ideologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang mengangkut cita manusia (Merefleksi wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum dan bagian-bagian dari sistem hukum).
§   Teleologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang menyangkut cita hukum itu sendiri (Merefleksi makna dan tujuan hukum)
§   Epistemologi yaitu ilmu tentang pengetahuan hukum (Merefleksi sejauhmana pengetahuan tentang hakikat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum mungkin dijalankan akal budi manusia)
§   Logika hukum yaitu ilmu tentang berpikir benar atau kebenaran berpikir (Merefleksi atran-aturan berpikir yuridik dan argumentasi yuridik, bangunan logical serta struktur sistem hukum)
§   Ajaran hukum umum
Yurisprudence adalah ilmu yang mempelajari pengertian dan sistem hukum secara mendalam
Pokok kajian yurisprudence :
-     Logika hukum
-     Ontologi hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)
-     Epistemologi hukum (ajaran pengetahuan)
-     Axiologi (penentuan isi dan nilai)
Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Hakekat Hukum
Filsafat hukum merupakan ilmu pengetahuan yang berbicara tentang hakekat hukum atau keberadaan hukum. Hakekat hukum meliputi :
1. Hukum merupakan perintah (teori imperatif)
Teori imperatif artinya mencari hakekat hukum. Keberadaan hukum di alam semesta adalah sebagai perintah Tuhan dan Perintah penguasa yang berdaulat
Aliran hukum alam dengan tokohnya Thomas Aquinas dikenal pendapatnya membagi hukum (lex) dalam urutan mulai yang teratas, yaitu :
·         Lex aeterna (Rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh manusia, yang disamakan hukum abadi)
·         Lex divina (Rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia)
·         Lex naturalis (Penjelmaan dari Lex aeterna dan Lex divina)
·         Lex positive (hukum yang berlaku     merupakan tetesan dari Lex divina        kitab suci
Aliran positivisme hukum     Jhon Austin beranggapan bahwa hukum berisi perintah, kewajiban, kedaulatan dan sanksi. Dalam teorinya yang dikenal dengan nama “analytical jurisprudence” atau teori hukum yang analitis bahwa dikenal ada 2 (dua) bentuk hukum yaitu positive law (undang-undang) dan morality (hukum kebiasan).
2. Kenyataan sosial yang mendalam (teori indikatif)
Mahzab sejarah : Carl von savigny beranggapan bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat.
Aliran sociological jurisprudence dengan tokohnya Eugen Eurlich dan Roscoe Pound dengan konsepnya bahwa “hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) baik tertulis malupun tidak tertulis”.
·         Hukum tertulis atau hukum positif
Hukum posistif  atau Ius Constitutum yaitu hukum yang berlaku di daerah (negara) tertentu pada suatu waktu tertentu.
Contoh : UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
·         Hukum tidak tertulis
-   Hukum kebiasaan yaitu kebiasaan yang berulang-ulang dan mengikat para pihak yang terkait
-   Hukum adat adalah adat istiadat yang telah mendapatkan pengukuhan dari penguasa adat
-   Traktat atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antar dua negara atau lebih dimana isinya mengikat negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
-   Doktrin adalah pendapat ahli hukum terkemuka
-   Yurisprudensi adalah kebiasaan yang terjadi di pengadilan yang berasaskan “azas precedent” yaitu pengadilan memutus perkara mempertimbangkan putusan kasus-kasus terdahulu yang di putus (common law)
3. Tujuan hukum (teori optatiif)
·         Keadilan
Menurut Aristoteles sebagai pendukung teori etis, bahwa tujuan hukum utama adalah keadilan yang meliputi :
-   Distributive, yang didasarkan pada prestasi
-   Komunitatif, yang tidak didasarkan pada jasa
-   Vindikatif, bahwa kejahatan harus setimpal dengan hukumannya
-   Kreatif, bahwa harus ada perlindungan kepada orang yang kreatif
-   Legalis, yaitu keadilan yang ingin dicapai oleh undang-undang
·         Kepastian
Hans kelsen dengan konsepnya (Rule of Law) atau Penegakan Hukum. Dalam hal ini mengandung arti :
-   Hukum itu ditegakan demi kepastian hukum.
-   Hukum itu dijadikan sumber utama bagi hakim dalam memutus perkara.
-   Hukum itu tidak didasarkan pada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya.
-   Hukum itu bersifat dogmatic.
·         Kegunaan
Menurut Jeremy Bentham, sebagai pendukung teori kegunaan, bahwa tujuan hukum harus berguna bagi masyarakat untuk mencapai kebahagiaan sebesar-besarnya.
Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Perundang-undangan
1. Pembukaan UUD 1945
§    Pembukaan alenia pertama, secara substansial mengandung pokok prikeadilan, konsep pemikiran yang mengarah kepada kesempurnaan dalam menjalankan hukum didalam kehidupan.
§    Pembukaan alenia kedua, adil dan makmur, merupakan implementasi dari tujuan hukum yang pada dasarnya yaitu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
§    Pembukaan alenia ketiga, mengatur mengenai hubungan manusia dengan Tuhan atau penciptanya yang telah mengatur tatanan di dunia ini.
§    Pembukaan alenia keempat, mengenai lima sila dari Pancasila yang merupakan cerminan dari nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun-temurun dan abstrak yang Pancasila merupakan kesatuan sistem yang berkaitan erat tidak dapat dipisahkan.
2. Undang-undang yaitu terdapat dalam Konsideran (pertimbangan) atau isinya(pasal-pasalnya)
Aliran Hukum Dalam Filsafat Hukum
1. Aliran Hukum Alam
Yaitu aliran yang konsepsinya bahwa hukum berlaku universal dan abadi.
Tokohnya Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Grotius.
·         Plato
·         Aristoteles dalam teori dualisme bahwa manusia bagian dari alam dan manusia adalah majikan dari alam
·         Thomas Aquinas
·         Grotius dengan kosepnya “mare liberium
Kelebihan aliran hukum alam : mengembangkan dan membangkitkan kembali orang untuk berfilsafat hukum dalam mencari keadilan, mengembangkan perlindungan terhadap HAM, mengembangkan hukum internasional.
Kekurangan aliran hukum alam : anggapan bahwa hukum berlaku universal dan abadi itu tidak ada karena hukum selalu disesuaikan dengan kebutuhan manusia dan perkembangan zaman.
2. Aliran Positivisme Hukum
Yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum merupakan perintah dari penguasa berdaulat (Jhon Austin) dan merupakan kehendak dari pada Negara (Hans Kelsen).
3. Mahzab Sejarah (historical jurisprudence)
Yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Tokoh : Carl von Savigny
4. Aliran Sociological Jurisprudence
Yaitu aliran hukum yag konsepnya bahwa huku yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis. Tokoh : Eugen Ehrlich
5. Aliran Pragmatic Legal Realism
Yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum dapat berperan sebagai alat pembaharuan masyarakat. Tokoh : Roscoe Pound
6. Aliran Marxis Yurisprudence
Yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum harus memberikan perlindungan terhadap golongan proletar atau golongan ekonomi lemah. Tokoh : Lenin, Bernstein, Gramsci, Horkheimer, Marcuse.
7. Aliran Anthropological Jurisprudence
Yaitu airan yang konsepnya bahwa hukum mencerminkan nilai sosial budaya (Northrop), hukum mengandung system nilai (Mac Dougall)
8. Aliran Utilitariannism
yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi orang sebanyak-banyaknya (the greatest happines for ter greatest number).
Tokoh : Jhon Lucke
9. Mahzab Unpad, yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum dapat berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Tokoh : Mochtar Kusumaatmadja.
§    Hukum tidak meliputi asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses didalam mewujudkan kaedah itu dalam kenyataan.
§    Hukum adalah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, termasuk lembaga dan proses dalam mewujudkan berlakunya hukum.


Jumat, 15 Maret 2013


DEFINISI HUKUM PIDANA MENURUT BEBERAPA AHLI




a. Edmund Mezger
Aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana.
Pada dasarnya hukum pidana berpokok pada :
Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Artinya perbuatan yang dilakukan orang yang memungkinkan adanya penjatuhan pidana.
- Perbuatan yang dapat dipidana
- Perbuatan jahat (Verbrechen/crime)
Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu. Pidana dapat berupa sanksi pidana atau tindakan tata tertib.

b. Pompe
Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menetukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu. Hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata negara, hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang abstrahir dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret. 

c. Simons
1.        Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati.
2.        Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana
3.        Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

d. Van Hamel
Keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan kepada yang melanggar larangan tersebut)

e. Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1.        Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana  tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
2.        Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu  dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3.        Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 



f. Wirjono Prodjodikoro
 Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata  “pidana” berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. 

g. Wlg. Lemaire, 
Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut. (pengertian ini nampaknya dalam arti hukum pidana materil). 

h. WFC. HATTUM
Hukum pidana (positif) adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peaturan-peraturannya denagan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman. 

i. KANSIL
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. 

j. ADAMI CHAZAWI, 
Dilihat dari garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang :
  • Aturan-aturan hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan denagan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif) maupun pasif/negatif) tertentu yang diserti dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.
  • Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkanya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
  • Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang disangka dan di dakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.
Dalam arti bekerjanya, hukum pidana dapat dibedakan menjadi

1.        Hukum pidana objektif (ius poenale) yang meliputi hukum pidana materiel (peraturan tentang syarat bilamanakah, siapakah, dan bagaimanakah sesuatu itu dapat dipidana), serta hukum pidana formil (hukum acara pidana: hukum yang mengatur tentang cara hukum pidana materiel dapat dilaksanakan).
2.        Hukum pidana subjektif (ius puniendi) yaitu hukum yang memberikan kekuasaan untuk menetapkan ancaman pidana, menetapkan putusan, danmelaksanakan pidana yang hanya dibebankan kepada negara atau pejabat yang ditunjuk untuk itu. (Bambang Poernomo)

Dalam redaksi yang lain Sudarto menjelaskan bahwa hukum pidana objektif (ius poenale)adalah aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yag berupa pidana. Sedangkan hukum pidana subjektif (ius peniendi) adalah hak dari negara atau alat-alat perlengkapannya untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.



DAYA SAING PRODUK INDONESIA DI PASAR GLOBAL
 “Menuju Indonesia Maju.” Sebuah kalimat pendek, namun bermakna sangat panjang dan luas. Indonesia maju adalah sebuah dambaan, Indonesia maju adalah sebuah harapan yang harus diwujudkan oleh para pemimpin bangsa. Memang tidak mudah, tapi mimpi seluruh rakyat untuk melihat Indonesia sejajar dengan negara maju harus diwujudkan, apapun caranya dan bagaimanapun jalannya. Secara matematis, pemerintah yang ada sekarang tidak bisa dalam sekejap mewujudkan kemajuan Indonesia, mensejajarkannya dengan negara-negara yang sudah lebih dahulu leading, seperti Jepang, China, Korea (untuk kawasan Asia), Eropa dan Amerika Serikat. Namun perlu ditekankan bahwa suksesnya atau tidaknya Indonesia di masa yang akan datang, sangat tergantung dengan kebijakan yang dibuat pemerintah sekarang, dan yang nantinya akan menjadi pijakan, serta pondasi pemerintahan selanjutnya.
Kemakmuran suatu negara dapat dilihat dari daya saingnya. Daya saing tersebut didasarkan pada produktivitas yang menghasilkan barang dan jasa. Kebijakan makro ekonomi yang sehat dan institusi politik dan hukum yang stabil diperlukan untuk mendukung kebijakan tersebut. Daya saing tersebut berakar pada pandangan yang fundamental terhadap aspek mikro ekonomi suatu negara serta didukung dengan kecanggihan operasi perusahaan dan strategi dan kualitas lingkungan bisnis ekonomi mikro dimana perusahaan bersaing. Pemahaman tentang dasar-dasar mikro ekonomi merupakan dasar kebijakan ekonomi nasional. Disadari atau tidak liberalisasi perdagangan dunia memicu pentingnya peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Daya saing produk Indonesia, terutama yang berbasis agro-industri dan keterkaitannya terhadap sektor hulu dan hilir perlu dianalisis dan dipahami, serta faktor pertumbuhan tersebut perlu dirumuskan dengan melakukan perbandingan dengan agro-industri berbasis negara lain.
Dari fakta tersebut adalah hal yang penting untuk menganalisa posisi daya saing berbasis agro pada sektor industri di Indonesia dengan menganalisis input-output di negara-negara Asia, terutama antara Indonesia, Thailand, dan China. Ada beberapa temuan posisi daya saing berbasis agro pada sektor industri di Indonesia yang penting untuk kita perhatikan yaitu: (1) daya saing Indonesia berbasis agro sektor industri telah menurun dari 1995 sampai 2000, terutama untuk daya saing dalam negeri, (2) Indonesia berbasis agro sektor industri memiliki keterkaitan ke Thailand dan China, (3) Indonesia tidak memiliki sumber utama pertumbuhan berbasis agro industri yang dapat digunakan dalam pembangunan masa depan. Faktor pertumbuhan struktural dalam agro berbasis sektor industri di Indonesia tidak memiliki pola, sementara Thailand didukung oleh faktor perubahan teknologi, dan China didukung oleh faktor ekspor ekspansi.
Dari temuan tersebut setidaknya ada beberapa rekomendasi untuk meningkatkan daya saing berbasis agro pada sektor industri di Indonesia sebagai berikut: (1) Mengembangkan berbasis agro industri sebagai sektor ekonomi utama, (2) Meningkatkan produktivitas, (3) Memperkuat daya saing dalam negeri, (4) Meningkatkan pemasaran berbasis daya saing, dan (5) Mengembangkan teknologi berbasis ekonomi.
Terakhir, untuk meningkatkan daya saing pada sektor industri di Indonesia ada baiknya kita mencermati pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam kuliah umum di Institut Teknologi Bandung pada 3 Maret 2012, ada sembilan pilar yang harus dimiliki untuk mewujudkan kemajuan Indonesia. Kesembilan pilar tersebut adalah perubahan mindset atau pola pikir, pengembangan mutu modal manusia, pemanfaatan seluruh sumber pembiayaan pembangunan, pengelolaan anggaran dan kekayaan negara yang lebih baik, konsistensi kebijakan yang mendorong transformasi sektoral, keberlanjutan jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan air, ketahanan energi dan terakhir, reformasi birokrasi.
Pilar pertama, perubahan mindset. Polar pikir adalah dasar untuk melakukan perubahan. Untuk menjadikan Indonesia maju, pola pikirnya juga harus maju. Kita tidak boleh terpaku kepada budaya ‘narimo’ atau menerima. Dulu berkembang pandangan, Indonesia adalah negara subur, ‘gemah ripah loh jinawi’, sehingga untuk hanya sekadar makan, kita tidak perlu bekerja keras. Kekayaan alam yang melimpah dan kesuburan yang luar biasa seolah meninabobokan kita, sehingga lupa bahwa kekayaan itu suatu saat akan habis.
Pilar kedua adalah pengembangan mutu modal manusia. Dengan banyaknya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni. Jangan sampai kekayaan kita dikuasai oleh negara asing, karena Indonesia kekurangan SDM yang mumpuni, yang melek ilmu pengertahuan, serta teknologi.  Percuma kita menyatakan siap menghadapi tantangan global, kalau tidak didukung oleh SDM yang bermutu. Untuk itu, peningkatan mutu modal manusia ini sangat perlu, supaya kita tidak jauh tertinggal dengan negara-negara yang sudah maju.
Pilar ketiga, pemanfaatan seluruh sumber pembiayaan pembangunan. Salah satu penyakit Indonesia saat ini adalah kurang efektifnya memanfaatkan dana yang disediakan untuk pembangunan. Sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia sebenarnya sangat besar. Namun karena terjadi kebocoran di sana-sini dan penyelewengan yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab, sumber dana itu sebagian menguap tanpa menghasilkan sesuatu.
Pilar keempat, pengelolaan anggaran dan kekayaan negara yang lebih baik. Berkali-kali Presiden SBY mengatakan supaya pengelolaan anggaran harus transparan dan akuntabel. Begitu pun Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang berkali-kali menegaskan supaya pengelolaan kekayaan negara harus bisa  dipertanggungjawabkan. Apa yang disampaikan SBY dan Hatta itu semata-mata untuk menyelamatkan kekayaan negara. Jangan sampai anggaran dan kekayaan negara dikorupsi, dilarikan ke luar negeri oleh oknum-oknum mafia. Sebab, kalau anggaran dan kekayaan terkelola dengan baik, niscaya kesejahteraan seluruh masyarakat akan terjamin.
Pilar kelima adalah konsistensi kebijakan yang mendorong transformasi sektoral. Untuk membangun Indonesia menjadi sebuah negara maju, syarat utamanya adalah harus konsisten. Kalau kebijakan dijalankan secara  konsisten, pasti hasilnya juga akan sesuai target. Kebijakan yang dijalankan secara konsisten juga akan menghasilkan sebuah sistem yang terintegrasi, sehingga bisa terbangun konektivitas antara satu sektor dengan sektor lain. Konektivitas ini sangat diperlukan, supaya pembangunan bangsa ini bisa terukur dan berguna untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Pilar keenam, keberlanjutan jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Jaminan sosial untuk masyarakat adalah kewajiban yang harus dipenuhi negara secara terus menerus. Ciri dari sebuah negara maju adalah adanya sebuah jaminan dari pemerintah terhadap kehidupan sosial masyarakat. Jaminan sosial ini sangat terkait dengan program penanggulangan kemiskinan. Tolok ukur keberhasilan sebuah jaminan sosial adalah ketika angka kemiskinan terus menurun. Dengan penurunan tingkat kemiskinan, ototamatis kesejahteraan masyarakat meningkat.
Pilar ketujuh,  ketahanan pangan dan air. Masih terkait dengan jaminan sosial, ketahanan pangan dan air adalah bagian dari program pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada rakyat. Banyak negara di luar yang terjerat krisis, karena mampu mengatasi persoalan pangan dan air bersih. Ini tidak boleh terjadi di Indonesia. Sebagai negara yang subur, kaya akan sumber daya alam, Indonesia harus mampu melakukan swasembada pangan. Akan sangat ironis, jika Indonesia yang subur dan kaya sumber daya alam, harus mengimpor bahan pokok makanan dari negara yang secara geografis lebih jelek dari Indonesia. Ini menjadi tantangan pemerintah sekarang dan di masa mendatang, yaitu bagaimana memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Indonesia, sehingga mampu mencukupi kebutuhan pangan dan air di dalam negeri.
Pilar kedelapan, ketahanan energi. Pilar kedelapan ini sangat terkait dengan pilar ketujuh. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia harus benar-benar dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya energi terbesar di dunia, Indonesia harus mampu menciptakan ketahanan energi sendiri, tanpa tergantung dari negara luar. Pengembangan sumber energi alternatif, di luar minyak harus terus dilakukan, supaya kita tidak tergantung pada fluktuasi politik dunia. Kalau kita sudah mampu mengembang energi alternatif, tidak perlu takut lagi terhadap kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah juga akan lebih leluasa menerapkan kebijakan energi, karena secara kuota kita mampu menghasilkan energi yang bisa meng-cover kebutuhan di dalam negeri.
Semua pilar untuk kemajuan Indonesia itu akan menjadi percuma, jika tidak dilengkapi dengan pilar kesembilan, yaitu reformasi birokrasi. Salah satu penyakit kronis yang harus segera ditangani pemerintah saat ini adalah birokrasi yang korup. Banyak kebijakan pemerintah yang pro rakyat tidak sampai pada target yang dituju, karena terjadi penyelewengan-penyelewengan ditingkat birokrasi. Banyak investor batal menanamkan modalnya di Indonesia karena terbentur pada birokrasi yang bertele-tele. Reformasi birokrasi ini mendesak dilakukan, supaya roda pemerintah bisa berjalan stabil. Kalau pemerintah sudah stabil, kebijakan ekonomi berjalan on the track, mimpi untuk menjadi negara maju segera bisa menjadi kenyataan.